Mengenal Pendidikan Anak Berkebutuhan khusus

 

MENGENAL PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Siapa anak berkebutuhan khusus itu?

      Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan keberbedaan mental, emosi, atau fisik. Anak berkebutuhan khusus yang berkaitan dengan kekhususannya. Di Indonesia, istilah yang terlebih dahulu populer untuk mengacu pada anak berkebutuhan khusus dikatakan dengan istilah anak luar biasa. Dalam dunia pendidikan, kata luar biasa juga merupakan julukan atausebutan bagi mereka yang memiliki kekurangan atau mengalami berbagai kelainan dan penyimpangan yang tidak dialami oleh orang normal pada umumnya. Kelainan atau kekurangan yang dimiliki oleh mereka yang disebut luar biasa dapat berupa kelainan dalam segi fisik, psikis, sosial, dan moral.

     Kelainan dari segi fisik dapat berupa kecacatan fisik, misalnya orang tidak memiliki sebelah kiri, matanya buta sebelah, dan sejenisnya. Kelainan dari segi memiliki sebelah kiri, matanya buta sebelah, dan sejenisnya. Kelainan dari segi keterbelakangan mental akibat dari inteligensi yang dimiliki dibawah normal. Kelainan dari segi sosial, misalnya orang yang tidak dapat melakukan interaksi  atau komunikasi sosial, sehingga mereka tidak dapat diterima secara sosial oleh masyarakat sekitarnya yang menyebabkan mereka kurang pergaulan dan merasa rendah  dan kelainan dari segi moral emosi dan hati nuraninya sehingga orang tersebut berbuat amoral ditengah masyarakatnya.

    Pendidikan adalah hak setiap warga Negara, dimana setiap orang berhak berkembang dan berperan dalam masyarakat, tidak terkecuali anak-anak berkebutuhan khusus. Pendidikan untuk mereka bukan saja menjadi keharusan namun juga sebuah keniscayaan bagi harapan hidup mereka di masa depan. Tidak sedikit bagi anak- anak berkebutuhan khusus dapat mengembangkan kemampuannya melalui pendidikan dan pengasuhan yang tepat. Melalui pendidikan, diharapkan mereka dapat menjadi insan mandiri dan memiliki sejumlah keterampilan yang dapat menjadi bekal hidup untuk masa depannya. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang Sistem8 Pendidikan Nasional No. 20/2003 Bab 1 Pasal 1 (1), Bahwa “ pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta mewujudkan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Memberi hak pendidikan bagi anak  berkebutuhan khusus berarti membantu mereka untuk bersekolah baik di sekolah khusus maupun sekolah reguler. 

    Keberadaan siswa berkebutuhan khusus di sekolah reguler atau dalam pendidikan inklusif berarti memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi anak berkebutuhan khusus untuk bersekolah di sekolah umum mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini, sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi. Pandangan Islam terhadap perbedaan setiap individu sangatlah manusiawi dan tidak membedakan seseorang dari fisik, harta dan tahta melainkan dari hati dan keimanan seseorang. Kita tidak boleh membeda-bedakan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut sesuai dengan ajaran Agama Islam dimana Islam dengan tegas menunjung tingggi persamaan dan keadilan tanpa mengenal ras perbedaan. Semua manusia berkedudukan sama dan setara. Yang membedakan hanya ketakwaannya saja. Memberikan kesempatan yang sama kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi pendidikan anak normal dengan anak berkebutuhankhusus. 

     Sebagaimana firman Allah Surah Al-Hujurat ayat 13 : Apakah pendidikan sudah memuliakan seseorang yang berkebutuhan khusus?, mungkin sudah pada kelas anak berbakat,cerdas dan istimewa, yang kemudian di tutup penyelenggarannya dengan beberapa pertimbangan baik dari pemerintah dan para pakar pendidik. Namun yang menjadi catatan disini adalah bahwa anak yang tergolong  cerdas dan berbakat istimewa adalah kalangan yang sangat terbatas dan dia adalah sebagian kecil dari anak dengan kebutuhan khusus. Sementara sebagian besar anak dengan kebutuhan khusus memperoleh pendidikan yang diskriminatif dan pengabaian, termasuk anak-anak yang berisiko (children at risk).Anak di daerah yang tertinggal atau yang berada dalam lingkungan tidak kondusif dan korban kekerasan. Anak Bekebutuhan Khusus pada awalnya dikenal sebagai Anak Luar Biasa (ALB)   sehingga pendidikannya juga dikenal sebagai Pendidikan Luar Biasa (PLB),  lembaga pendidikannya juga dikenal sebagai Sekolah Luar Biasa (SLB).

    Perkembangan selanjutnya dalam bidang pendidikan  pasal 5 ayat 2 UU No. 20 Tahun 2003 mengganti istilah Pendidikan Luar Biasa menjadi Pendidikan Khusus  dengan menjamin  bahwa ” Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus “. Selain itu ayat 4  juga menjamin  bahwa ”  Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus “. Jadi kelainan ditinjau dari kekurangan dan kelebihannya.

    Selanjutnya lembaga pendidikan  bagi ABK  dapat kita pahami atas dasar UU No. 20 tahun 2003  Pasal 15 yakni   Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.  Sedangkan pasal 32  ayat 1  UU No. 20 Th  2003  menegaskan bahwa ”  Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa “.
 Dari segi lembaga dan jenjang  Pendidikan Khusus  meliputi Jenjang PAUD adalah  TKLB, Jenjang Pendidikan Dasar adalah SDLB dan SMPLB, sedang untuk jenjang Pendidikan Menengah  adalah SMALB.

Jenis-jenis Layanan dan Model Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan khusus

Adapun layanan pendidikan yang diberikan untuk ketunaan (istimewa) dengan sebagai berikut: 

1) Tunanetra; khusus untuk anak buta total (totally blind) kegiatan belajar dilakukan dengan metode “rabaan.” Di mana, kemampuan anak-anak dengan kategori indera raba anak sangat ditonjolkan untuk menggantikan indera penglihatan. 

2) Tunarungu-wicara; memiliki hambatan dalam mendengar dan berkomunikasi lisan. 3) Tunagrahita; punya masalah kesulitan belajar karena mengalami hambatan perkembangan kemampuan di bidang kecerdasan, mental, emosi, sosial, dan fisik. 

4) Tunadaksa; berdasarkan analisis medis dinyatakan mengalami kelainan (gangguan) pada tulang, persendian, dan saraf penggerak otot pada tubuhnya. Akibatnya, ia membutuhkan layanan khusus terutama pada bidang gerak anggota tubuhnya. 

5) Tunalaras (maladjustment), memiliki perilaku yang ertentangan dengan normal sosial. Sering membuat onar secara berlebihan dan cenderung mengarah pada tindakan kriminal. 

6) Autistik, memiliki ketidak mampuan dalam berbahasa, intelektual, dan fungsi saraf yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak. 

7) ADD-H (Attention Deficit Disorder with Hyperactive); Hiperaktif bukan merupakan suatu penyakit akan tetapi suatu “gejala” (symptom). Hal ini muncul disebabkan karena adanya kerusakan pada otak, kelainan emosional, kurang dengar, dan tunagrahita.

 8) Kelainan belajar (learning disabilitiy/specific learning disability); memiliki prestasi yang rendah dalam bidang akademik tertentu seperti baca-tulis-hitung (calistung). Kondisi ini disebabkan oleh hambatan persepsi(perceptual handicaps), luka pada otak, sebagian otak tidak berfungsi, disleksia, dan afasia perkembangan (developmental aphasia) 9) Tunaganda (mulihandicapped and developmentally disabled children); memiliki hambatan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan kemampuanan pada bidang kecerdasan, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi di masyarakat. Kasus seperti ini membutuhkanlayanan-layanan pendidikan khusus dengan modifikasi metode secara khusus.

Model pendidikan bagi ABK berkembang dari  sekolah segregasi atau sekolah khusus, sekolah terpadu, dan sekolah inklusif. Hampir di seluruh negara memiliki kecenderungan perkembangan pendidikan bagi ABK dengan pola yang hampir sama, yaitu dari segregasi menuju inklusif.

1. Sekolah Segregasi Sejak ABK memperoleh layanan pendidikan, model sekolah bagi ABK yang telah ada sejak lama adalah sekolah khusus yang di Indonesia dikenal dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Sekolah khusus ini biasanya dibuka secara khusus untuk setiap jenis kecacatan tertentu seperti sekolah khusus untuk tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras dan lain-lain. Sekolah khusus ini dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa ABK memiliki karakteristik yang khusus dan berbeda dengan anak pada umumnya. Oleh karena itu, dalam proses pendidikannya, mereka dianggap memerlukan pendekatan, metoda, program serta alat-alat yang khusus, pendidikan (sekolah) bagi mereka harus dipisahkan dari pendidikan (sekolah) anak pada umumnya. Konsep pendidikan seperti inilah yang disebut dengan sistem pendidikan segregasi atau terpisah.

Di Indonesia upaya untuk memberikan pendidikan kepada ABK pada dasarnya telah dirintis sebelum Indonesia merdeka. Pada awalnya bersifat sporadik, karena belum diorganisir dan dikoordinir oleh suatu badan atau instansi, dan masihmerupakan usaha perorangan yang mempunyai perhatian kepada ABK.

2. Sekolah Integrasi (Terpadu) Pada tahun 1970an, di Amerika Serikat timbul kesadaran perlunya ABK untuk belajar bersama-sama dengan anak pada umumnya di sekolah yang sama. Bersamaan dengan itu muncul konsep mainstreaming dan normalization, yaitu gerakan yang menghendaki agar ABK dididik dalam situasi yang sama dengan anak pada umumnya dan mendekati kondisi yang normal.Dikembangkan sitem integrasi untuk ABK di sekolah reguler atas dasar tingkat keterpaduannya yang meliputi tujuh level, yaitu (1) ABK di kelas reguler dengan atau tanpa bantuan dan layanan khusus, (2) ABK di kelas reguler dengan dukungan pelajaran tambahan, (3) ABK di kelas reguler dengan waktu tertentu di kelas khusus, (4) ABK di sekolah reguler tetapi belajar di kelas khusus, (5) ABK di sekolah khusus, (6) ABK belajar di rumah dengan tugas-tugas yang dirancang oleh sekolah, (7) ABK belajar di tempat perawatan khusus seperti rumah sakit dengan tugas-tugas disediakan oleh pihak-pihak terkait seperti pekerja sosial, dokter, dan lain-lain. menolak ABK yang ingin masuk ke sekolah reguler (Zero reject) dan mereka harus ditempatkan sama dengan anak pada umumnya semampu mungkin dengan dukungan dan layanan tambahan (least restrictive environment).


Posting Komentar

0 Komentar